Langsung ke konten utama

Demam Korea di Indonesia, Butuh Obatkah?


                  Kini televisi disegarkan oleh muda-mudi Indonesia berwajah oriental yang tampil dimana-mana. Mereka asyik menyanyi sambil menari dengan kostum warna-warni dan tak lupa pernak-pernik yang ikut menempel ditubuhnya. Mereka menamai dirinya sebagai boyband atau girlband. Lantas, mengapa harus muncul bersamaan? Ya, akhir-akhir ini Ibu pertiwi sedang terjangkit sebuah demam, demam Korea. Diawali dengan munculnya sebuah drama seri berjudul “Full House” pada tahun 2004 yang sukses besar di Indonesia. Maka bermunculanlah drama-drama lain yang memanjakan mata masyarakat. Penyuka Korea pun semakin lama semakin bertambah.
            Seiring berjalannya waktu, bukan hanya drama Korea saja yang seliweran di televisi Indonesia. Kini muncul pula boyband dan girlband asli Korea. Sebut saja Super Junior dan SNSD. Mereka adalah contoh boyband dan girlband paling terkenal di Korea, begitu juga di Indonesia. Tentu nama dan lagu mereka sudah tidak asing lagi bagi penyuka Korea di Indonesia.
            Korea semakin merajalela. Dulu, para ahli musik menganggap fenomena itu  tidak akan bertahan lama. Namun, hingga detik ini Korea masih berkibar bebas di Indonesia. Para penyuka Korea pun mengganti status mereka menjadi pecinta Korea. Awalnya jika sekedar suka tidak masalah. Namun, bagaimana jika sampai cinta? Dengan cinta kita bisa mengorbankan apa saja dan menjadi tergila-gila. Begitu juga dengan orang-orang pecinta Korea.
            Pecinta Korea mulai mengikuti berbagai hal yang berhubungan dengan Korea. Cara berbicara, cara berfoto, cara merias diri, hingga cara berpakaian. Seperti yang kita ketahui, artis-artis Korea cenderung menggunakan pakaian mini dan ketat. Apabila hal itu diikuti, maka masyarakat telah menyimpang dari budaya Indonesia yang selama ini dianut. Selain itu, masyarakat juga berlomba-lomba mewarnai rambutnya dengan warna terang seperti di Korea pada umumnya. Mereka menghilangkan warna khas dari Indonesia. Sebenarnya ini tidak masalah karena berhubungan dengan perkembangan jaman. Namun, jika semua orang mengikuti trend ini, maka, dimana ciri khas Indonesia yang sudah sangat kental sejak dulu itu?
            Korea semakin gencar menebarkan virus-virus cinta kepada masyarakat Indonesia. Kini, pecinta Korea semakin gila atau biasa disebut dengan fanatik. Mereka seperti menutup mata dengan perkembangan karya Indonesia. Karya anak bangsa pun semakin kehilangan para pecintanya.  Maka wajar saja, jika muda-mudi Indonesia bersamaan mucul dengan gaya ke-Korea-an dan tampil sebagai boyband atau girlband. Mereka ingin menarik perhatian masyarakat yang sudah terlanjur jatuh cinta pada Korea. Namun, Bukan perhatian baik yang mereka dapatkan, melainkan caci-maki dan hinaan karena para pecinta Korea mengaggap ini sebagai plagiatisme. Masyarakat pecinta Korea lebih mengagung-agungkan ‘orang asing’ ketimbang orang di negrinya sendiri.
Tidak ada asap jika tidak ada api. Kalimat itu sangat pantas dihubungkan dengan fenomena demam Korea yang melanda Indonesia. Industri Korea dapat berkibar bebas di ibu pertiwi karena adanya globalisasi yang tak dapat dihindari. Selain itu, kurang memuaskannya karya anak bangsa juga menjadi salah satu penyebab. Media massa yang terlalu berlebihan mengekspos mengenai Korea juga ikut berperan penting dalam berkembangnya fenomena demam Korea.
Apakah Masyarakat masih bisa bertahan dengan demam yang selama ini menyerang Indonesia? Bukankah demam itu sebuah penyakit? Jika memang benar penyakit, maka harus segera diobati. Diobati dengan cara menyaring informasi dari luar agar tidak masuk secara  berlebihan. Masyarakat juga harus mengapresiasikan dan mendukung karya anak bangsa agar terus berkembang dan tidak kalah dengan karya asing. Yang terpenting adalah berhenti menjadi fanatik, boleh tetap menyukai Korea, tetapi tidak secara berlebihan seperti ini. Cintai produk negeri sendiri!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Novel gue cetak!

               "Akhirnya cetak!!!!!" gue mendadak gila gara-gara 2 buku yang terpampang di meja belajar. Buku apa? Buku novel hasil jerih payah gue sendiri. Dua bulan gue njelimpang-njelimpung cari inspirasi buat nyelesainnya, akhirnya tamat juga. Pyuhhh... *ngelapkeringet*                 Sebenarnya novel yang gue cetak itu cuma tugas, tapi gue tetep aja senengnya ampun-apunan. Jadi gini, awal semester 1 dosen gue yang biasa dipanggil pak Madun udah ngasih 'warning' ke kita buat segera menyelesaikan tugas akhir. Tugas akhirnya itu ada 3 pilihan, novel, kumpulan cerpen, dan kumpulan puisi. Masing-masing itu harus dikerjakan sebanyak 50 halaman A5 dengan berbagai ketentuan.                  Gue dan temen-temen langsung histeris ngedenger penjelasan tentang tugas gila itu. Berhubung yang doi minta 50 halaman, otomatis gue udah ngeper dulu buat bikin novel. Gila aja novel 50 halaman, bro! Waktu itu yang gue pilih adalah kumpulan cerpen. Menurut kesoktauan tingkat

From Them

Salah satu tradisi ulangtahun anak muda itu Display picture BBM. Seperti gue yang dapet poto dari sahabat-sahabat gila. made by Indah Made by Clarissa Thank you ya! -_______________- Good job, Tasha Mughniar